Buku Pembelajaran Berbasis HOTS 2019
Minggu, Juli 21, 2019
Berikut ini adalah Buku Pembelajaran Berbasis HOTS 2019 yang ada pada Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) melalui peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) berbasis Zonasi Download file format PDF.
Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan program yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan. Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS).
Peningkatan kualitas peserta didik salah satunya dilakukan oleh guru yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dengan berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Desain peningkatan kualitas pembelajaran ini merupakan upaya peningkatan kualitas peserta didik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka diperlukan sebuah buku pegangan guruyang memberikan keterampilan mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas lulusan peserta didik.
Dengan adanya Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ini diharapkan dapat menjembatani pemahaman para guru dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran lebih baik lagi sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.
Implementasi Kurikulum 2013 yang menjadi rujukan proses pembelajaran pada satuan pendidikan, sesuai kebijakan, perlu mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Integrasi tersebut bukan sebagai program tambahan atau sisipan, melainkan sebagai satu kesatuan mendidik dan belajar bagi seluruh pelaku pendidikan di satuan pendidikan. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjadikan pendidikan karakter sebagai “Gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)” (Pasal 1, ayat 1). Perpres ini menjadi landasan awal untuk kembali meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, diperkuat dengan dikeluarkannya Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. Penguatan Pendidikan Karakter menjadi kebijakan nasional yang harus diimplementasikan pada setiap pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi guru.
Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter tidak terlepas dalam pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas. Tercapainya pembelajaran yang berkualitas idealnya menghasilkan sikap yang baik, pengetahuan yang mumpuni dan keterampilan yang terakumulasi pada diri peserta didik. Melalui proses pembelajaran yang menantang akan memberikan pengalaman belajar bermakna, sehingga pengalaman belajar tersebut dapat teraplikasikan oleh peserta didik dalam menghadapi permasalahan di kehidupan nyata.
![]() |
Buku Pembelajaran Berbasis HOTS 2019 |
Buku Pembelajaran Berbasis HOTS 2019
Peran guru profesional dalam pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar peserta didik dan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Guru profesional adalah guru yang kompeten dalam membangun dan mengembangkan proses pembelajaran yang baik dan efektif sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang pintar dan pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut menjadikan kualitas pembelajaran sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam meningkatkan mutu pendidikan terutama menyangkut kualitas lulusan peserta didik.Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan program yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan. Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS).
Peningkatan kualitas peserta didik salah satunya dilakukan oleh guru yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dengan berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Desain peningkatan kualitas pembelajaran ini merupakan upaya peningkatan kualitas peserta didik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka diperlukan sebuah buku pegangan guruyang memberikan keterampilan mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas lulusan peserta didik.
Dengan adanya Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ini diharapkan dapat menjembatani pemahaman para guru dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran lebih baik lagi sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.
![]() |
Desain Utama Pembelajaran Berorientasi pada HOTS |
Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter tidak terlepas dalam pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas. Tercapainya pembelajaran yang berkualitas idealnya menghasilkan sikap yang baik, pengetahuan yang mumpuni dan keterampilan yang terakumulasi pada diri peserta didik. Melalui proses pembelajaran yang menantang akan memberikan pengalaman belajar bermakna, sehingga pengalaman belajar tersebut dapat teraplikasikan oleh peserta didik dalam menghadapi permasalahan di kehidupan nyata.
Tujuan Pembelajaran Berbasis HOTS 2019
Buku yang menjadi pegangan dalam mengembangkan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:- Memberikan acuan kepada guru dalam mengembangkan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi;
- Memberikan acuan kepada kepala sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik;
- Memberikan acuan kepada pengawas sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik dan manajerial.
Buku Pembelajaran Berbasis HOTS 2019 ini diperuntukan bagi :
Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal sebagai Higher Order Thinking Skills (HOTS) dipicu oleh empat kondisi berikut :
Pembelajaran yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi adalah pembelajaran yang melibatkan 3 aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu: transfer of knowledge, critical and creative thinking, dan problem solving. Dalam proses pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak memandang level KD, apakah KD nya berada pada tingkatan C1, C2, C3, C4, C5, atau C6.
a. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge
Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif meliputi kemampuan dari peserta didik dalam mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran yang telah didapatnya. Proses ini berkenaan dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam mengembangkan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Tujuan pembelajaran pada ranah kognitif menurut Bloom merupakan segala aktivitas pembelajaran menjadi enam tingkatan sesuai dengan jenjang terendah sampai tertinggi.
2) Ranah Afektif Kartwohl & Bloom juga menjelaskan bahwa selain kognitif, terdapat ranah afektif yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran dan membagi ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu seperti pada tabel di bawah :
Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam ranah afektif dapat dilihat pada tabel berikut:
3) Ranah Psikomotor
Keterampilan proses psikomotor merupakan keterampilan dalam melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota tubuh yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan pada gerak dasar, perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, ekspresif, dan interperatif. Keterampilan proses psikomotor dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Kata kerja operasional yang dapat digunakan pada ranah psikomotor dapat dilihat seperti pada tabel di bawah.
b. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Critical and Creative Thinking
John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial sebagai sebuah proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan daripada menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009).
Berpikir kritis merupakan proses dimana segala pengetahuan dan keterampilan dikerahkan dalam memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah didapatkan sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.
c. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah. Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mourtos, Okamoto, dan Rhee , ada enam aspek yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik, yaitu:
2. KOMPETENSI KETERAMPILAN 4CS (CREATIVITY, CRITICAL THINKING, COLLABORATION, COMMUNICATION)
Pembelajaran abad 21 menggunakan istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical thinking, communication, collaboration, and creativity). 4Cs adalah empat keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai keterampilan abad ke-21 (P21) yaitu keterampilan yang sangat penting dan diperlukan untuk pendidikan abad ke-21.
a. Kerangka Kerja enGauge 21st Century Skill
Perkembangan ilmu kognitif menunjukkan bahwa hasil yang diharapkan dalam pembelajaran akan meningkat secara signifikan ketika peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran melalui pengalaman dunia nyata yang otentik. Keterampilan enGauge Abad ke-21 dibangun berdasarkan hasil penelitian yang terus-menerus serta menjawab kebutuhan pembelajaran yang secara jelas mendefinisikan apa yang diperlukan peserta didik agar dapat berkembang di era digital saat ini.
1) Digital Age Literacy/Era Literasi Digital
Literasi ilmiah, matematika, dan teknologi dasar
Literasi visual dan informasi
Literasi budaya dan kesadaran global
2) Inventive Thinking/Berpikir Inventif
Adaptablility dan kemampuan untuk mengelola kompleksitas
Keingintahuan, kreativitas, dan pengambilan risiko
Berpikir tingkat tinggi dan alasan yang masuk akal
3) Effective Communication/Komunikasi yang Efektif
Keterampilan, kolaborasi, dan interpersonal
Tanggung jawab pribadi dan sosial
Komunikasi interaktif
4) High Productivity/Produktivitas Tinggi
Kemampuan untuk memprioritaskan, merencanakan, dan mengelola hasil
Penggunaan alat dunia nyata yang efektif
Produk yang relevan dan berkualitas tinggi
b. Kerangka konsep berpikir abad 21 di Indonesia
Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya semua materi dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21 sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi, diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakan Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada Pengembangan Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value). Secara keseluruhan standar P21 di Indonesia ini dirumuskan menjadi Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS).
c. Contoh Desain Pembelajaran menggunakan 4Cs
Dalam proses perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 4Cs dapat digunakan dan dipetakan dalam perencanaan pembelajaran. Berikut adalah contoh yang dapat dijabarkan dari persiapan pembelajaran.
3. AMANAT KURIKULUM 2013 MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) yang memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu fenomena/gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.
Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Proses pembelajaran saintifik memuat aktivitas:
a. mengamati,
b. menanya,
c. mengumpulkan informasi/mencoba,
d. mengasosiasikan/mengolah informasi, dan
e. mengomunikasikan.
4. TEMATIK TERPADU.
Pembelajaran tematik terpadu merupakan konsep dasar dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada kurikulum 2013 di jenjang SD yang sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses. Pembelajaran Tematik Terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Adapun prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu adalah sebagai berikut:
Analisis Standar Kelulusan (SKL) dan Kompetensi Inti (KI) merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Dasar dalam melakukan analisis adalah Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang SKL dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi.
Berdasarkan Lampiran Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 yang dimaksud dengan Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016, Kompetensi Inti (KI) merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi Inti dirancang untuk setiap kelas.
Melalui kompetensi inti, sinkronisasi horizontal berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran pada kelas yang sama dapat dijaga. Selain itu sinkronisasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada mata pelajaran yang sama pada kelas yang berbeda dapat dijaga pula.
Analisis dilakukan di awal tahun pelajaran, bukan pada saat proses tahun pelajaran berjalan. Tanpa melakukan analisis terhadap SKL dan KI dikhawatirkan proses pembelajaran yang dilaksanakan tidak jelas arah tujuannya. Adapun tujuan melakukan analisis pada SKL dan KI adalah:
a. Analisis SKL
Tujuan analisis SKL untuk mengetahui arah capaian setiap peserta didik dalam menuntaskan pembelajaran yang dilakukan. Selama menjalani proses pembelajaran peserta didik harus mampu memenuhi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sudah ditetapkan pada Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 pada setiap jenjang pendidikan.
b. Analisis KI
Tujuan analisis KI untuk mengetahui apakah KI yang telah dirumuskan menunjang dalam pencapaian SKL. Terdapat empat KI yaitu KI sikap spiritual (KI-1), KI sikap sosial (KI-2), KI pengetahuan (KI-3), dan KI keterampilan (KI-4).
Langkah Analisis SKL dan KI yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
B. PERUMUSAN INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
Pengembangan indikator dan materi pembelajaran merupakan dua kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan melaksanakan pembelajaran. Analisis yang dilakukan guru terhadap SKL, KI, dan KD dapat membantu guru dalam mengembangkan IPK yang dijadikan dasar dalam menentukan pembelajaran dengan meningkatkan nilai-nilai karakter melalui kegiatan literasi dan pengembangan keterampilan Abad 21. Pendidik dapat merumuskan indikator pencapaian kompetensi pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya keterampilan bertindak, tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai keterampilan abstrak dan konkret.
Pengembangan IPK memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi terletak pada konten/materi pembelajaran dan konteks peserta didik. Apabila peserta didik belum siap untuk melakukan keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka perlu dibangun terlebih dahulu jembatan penghubung antara proses berpikir tingkat rendah menuju berpikir tingkat tinggi. Caranya adalah dengan membangun skema dari pengetahuan awal yang telah diperoleh sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Setelah terpenuhi, maka guru perlu mempersiapkan sebuah situasi nyata yang dapat menstimulasi proses berpikir tingkat tinggi dengan menciptakan dilema, kebingungan, tantangan, dan ambiguitas dari permasalahan yang direncanakan akan dihadapi peserta didik (King, Goodson & Rohani, 2006).
- Guru jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Bimbingan Konseling (BK), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) serta Pendidikan Luar Biasa (PLB);
- Kepala sekolah/madrasah sebagai bagian supervisi akademik;
- Pengawas sekolah/madrasah sebagai bagian supervisi akademik dan manajerial.
KONSEPTUAL PEMBELAJARAN BERORIENTASI KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOTS)
1. KONSEP BERPIKIR TINGKAT TINGGIKeterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal sebagai Higher Order Thinking Skills (HOTS) dipicu oleh empat kondisi berikut :
- Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya.
- Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi, dan kesadaran dalam belajar.
- Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
- Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran, kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Pembelajaran yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi adalah pembelajaran yang melibatkan 3 aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu: transfer of knowledge, critical and creative thinking, dan problem solving. Dalam proses pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak memandang level KD, apakah KD nya berada pada tingkatan C1, C2, C3, C4, C5, atau C6.
a. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge
Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif meliputi kemampuan dari peserta didik dalam mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran yang telah didapatnya. Proses ini berkenaan dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam mengembangkan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Tujuan pembelajaran pada ranah kognitif menurut Bloom merupakan segala aktivitas pembelajaran menjadi enam tingkatan sesuai dengan jenjang terendah sampai tertinggi.
Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif [5]
Mengingat
(C1)
|
Memahami
(C2)
|
Mengaplikasikan
(C3)
|
Menganalisis
(C4)
|
Mengevaluasi
(C5)
|
Mencipta/Membuat
(C6)
|
Mengutip
Menyebutkan
Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Membaca
Menamai
Menandai
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menabulasi
Memberi kode
Menulis
Menyatakan
Menelusuri
|
Memperkirakan
Menjelaskan
Menceritakan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengontraskan
Menjalin
Mendiskusikan
Mencontohkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan
Menggali
Mengubah
Mempertahankan
Mengartikan
Menerangkan
Menafsirkan
Memprediksi
Melaporkan
Membedakan
|
Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Mengalkulasi
Memodifikasi
Menghitung
Membangun
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mempersoalkan
Mengonsep
Melaksanakan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Memecahkan
Melakukan
Menyimulasikan
Menabulasi
Memproses
Membiasakan
Mengklasifikasi
Menyesuaikan
Mengoperasikan
Meramalkan
|
Mengaudit
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Memecahkan
Menegaskan
Menganalisis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Mengorelasikan
Menguji
Mencerahkan
Membagankan
Menyimpulkan
Menjelajah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengaitkan
Mentransfer
Melatih
Mengedit
Menemukan
Menyeleksi
Mengoreksi
Mendeteksi
Menelaah
Mengukur
Membangunkan
Merasionalkan
Mendiagnosis
Memfokuskan
Memadukan
|
Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan
Mengkritik
Mengarahkan
Memutuskan
Memisahkan
Menimbang
|
Memadukan
Mendikte
Membentuk
Meningkatkan
Menanggulangi
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Merancang
Membatas
Mereparasi
Membuat
Menyiapkan
Memproduksi
Memperjelas
Merangkum
Merekonstruksi
Mengarang
Menyusun
Mengkode
Mengombinasikan
Memfasilitasi
Mengkonstruksi
Merumuskan
Menghubungkan
Menciptakan
Menampilkan
|
2) Ranah Afektif Kartwohl & Bloom juga menjelaskan bahwa selain kognitif, terdapat ranah afektif yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran dan membagi ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu seperti pada tabel di bawah :
PROSES AFEKTIF
|
DEFINISI
|
|
A1
|
Penerimaan
|
semacam kepekaan dalam menerima rangsangan atau stimulasi dari luar
yang datang pada diri peserta didik.
|
A2
|
Menanggapi
|
suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk
mengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya dengan salah satu cara.
|
A3
|
Penilaian
|
memberikan nilai, penghargaan, dan kepercayaan terhadap suatu gejala
atau stimulus tertentu.
|
A4
|
Mengelola
|
konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan
dan prioritas nilai yang telah dimiliki.
|
A5
|
Karakterisasi
|
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
|
Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam ranah afektif dapat dilihat pada tabel berikut:
Menerima
(A1)
|
Merespon
(A2)
|
Menghargai
(A3)
|
Mengorganisasikan
(A4)
|
Karakterisasi Menurut
Nilai
(A5)
|
Mengikuti
Menganut
Mematuhi
Meminati
|
Menyenangi
Mengompromikan
Menyambut
Mendukung
Melaporkan
Memilih
Memilah
Menolak
Menampilkan
Menyetujui
Mengatakan
|
Mengasumsikan
Meyakini
Meyakinkan
Memperjelas
Menekankan
Memprakarsai
Menyumbang
Mengimani
|
Mengubah
Menata
Membangun
Membentuk-pendapat
Memadukan
Mengelola
Merembuk
Menegosiasi
|
Membiasakan
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Melayani
Mempengaruhi
Mengkualifikasi
Membuktikan
Memecahkan
|
Keterampilan proses psikomotor merupakan keterampilan dalam melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota tubuh yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan pada gerak dasar, perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, ekspresif, dan interperatif. Keterampilan proses psikomotor dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
PROSES
PSIKOMOTOR
|
DEFINISI
|
|
P1
|
Imitasi
|
Imitasi berarti meniru tindakan seseorang.
|
P2
|
Manipulasi
|
Manipulasi berarti melakukan keterampilan atau
menghasilkan produk dengan cara mengikuti petunjuk
umum, bukan berdasarkan observasi. Pada kategori ini,
peserta didik dipandu melalui instruksi untuk melakukan
keterampilan tertentu.
|
P3
|
Presisi
|
Presisi berarti secara independen melakukan keterampilan
atau menghasilkan produk dengan akurasi, proporsi, dan
ketepatan. Dalam bahasa sehari-hari, kategori ini dinyatakan
sebagai “tingkat mahir”.
|
P4
|
Artikulasi
|
Artikulasi artinya memodifikasi keterampilan atau produk
agar sesuai dengan situasi baru, atau menggabungkan lebih
dari satu keterampilan dalam urutan harmonis dan konsisten.
|
P5
|
Naturalisasi
|
Naturalisasi artinya menyelesaikan satu atau lebih
keterampilan dengan mudah dan membuat keterampilan
otomatis dengan tenaga fisik atau mental yang ada. Pada
kategori ini, sifat aktivitas telah otomatis, sadar penguasaan
aktivitas, dan penguasaan keterampilan terkait sudah pada
tingkat strategis (misalnya dapat menentukan langkah yang
lebih efisien).
|
Kata kerja operasional yang dapat digunakan pada ranah psikomotor dapat dilihat seperti pada tabel di bawah.
Meniru
(P1)
|
Manipulasi
|
Presisi
(P3)
|
Artikulasi
(P4)
|
Naturalisasi
(P5)
|
Menyalin
Mengikuti
Mereplikasi
Mengulangi
Mematuhi
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Mengubah
|
Kembali membuat
Membangun
Melakukan
Melaksanakan
Menerapkan
Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Melatih
Memperbaiki
Memanipulasi
Mereparasi
|
Menunjukkan
Melengkapi
Menyempurnakan
Mengkalibrasi
Mengendalikan
Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memproduksi
Mencampur
Mengemas
Menyajikan
|
Membangun
Mengatasi
Menggabungkan-
koordinat
Mengintegrasikan
Beradaptasi
Mengembangkan
Merumuskan
Memodifikasi
master
Mensketsa
|
Mendesain
Menentukan
Mengelola
Menciptakan
|
b. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Critical and Creative Thinking
John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial sebagai sebuah proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan daripada menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009).
Berpikir kritis merupakan proses dimana segala pengetahuan dan keterampilan dikerahkan dalam memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah didapatkan sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.
ELEMEN
|
DEFINISI
|
|
F
|
Focus
|
Mengidentifikasi masalah dengan baik.
|
R
|
Reason
|
Alasan-alasan yang diberikan bersifat logis atau tidak untuk disimpulkan
seperti yang telah ditentukan dalam permasalahan.
|
I
|
Inference
|
Jika alasan yang dikembangkan adalah tepat, maka alasan tersebut
harus cukup sampai pada kesimpulan yang sebenarnya.
|
S
|
Situation
|
Membandingkan dengan situasi yang sebenarnya.
|
C
|
Clarity
|
Harus ada kejelasan istilah maupun penjelasan yang digunakan pada
argumen sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengambil kesimpulan.
|
O
|
Overview
|
Pengecekan terhadap sesuatu yang telah ditemukan, diputuskan, diperhatikan,
dipelajari, dan disimpulkan.
|
c. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah. Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mourtos, Okamoto, dan Rhee , ada enam aspek yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik, yaitu:
- Menentukan masalah. Mendefinisikan masalah, menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus diketahui sebelum digunakan untuk mendefinisikan masalah sehingga menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil pembahasan dari masalah yang dihadapi;
- Mengeksplorasi masalah. Menentukan objek yang berhubungan dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi, dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah;
- Merencanakan solusi. Peserta didik mengembangkan rencana untuk memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah, memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan menentukan informasi untuk menemukan solusi;
- Melaksanakan rencana. Pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana yang telah ditetapkan;
- Memeriksa solusi. Mengevaluasi solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah; dan
- Mengevaluasi. Pada langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika mengimplementasikan solusi dan mengomunikasikan solusi yang telah dibuat.
2. KOMPETENSI KETERAMPILAN 4CS (CREATIVITY, CRITICAL THINKING, COLLABORATION, COMMUNICATION)
Pembelajaran abad 21 menggunakan istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical thinking, communication, collaboration, and creativity). 4Cs adalah empat keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai keterampilan abad ke-21 (P21) yaitu keterampilan yang sangat penting dan diperlukan untuk pendidikan abad ke-21.
a. Kerangka Kerja enGauge 21st Century Skill
Perkembangan ilmu kognitif menunjukkan bahwa hasil yang diharapkan dalam pembelajaran akan meningkat secara signifikan ketika peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran melalui pengalaman dunia nyata yang otentik. Keterampilan enGauge Abad ke-21 dibangun berdasarkan hasil penelitian yang terus-menerus serta menjawab kebutuhan pembelajaran yang secara jelas mendefinisikan apa yang diperlukan peserta didik agar dapat berkembang di era digital saat ini.
1) Digital Age Literacy/Era Literasi Digital
Literasi ilmiah, matematika, dan teknologi dasar
Literasi visual dan informasi
Literasi budaya dan kesadaran global
2) Inventive Thinking/Berpikir Inventif
Adaptablility dan kemampuan untuk mengelola kompleksitas
Keingintahuan, kreativitas, dan pengambilan risiko
Berpikir tingkat tinggi dan alasan yang masuk akal
3) Effective Communication/Komunikasi yang Efektif
Keterampilan, kolaborasi, dan interpersonal
Tanggung jawab pribadi dan sosial
Komunikasi interaktif
4) High Productivity/Produktivitas Tinggi
Kemampuan untuk memprioritaskan, merencanakan, dan mengelola hasil
Penggunaan alat dunia nyata yang efektif
Produk yang relevan dan berkualitas tinggi
b. Kerangka konsep berpikir abad 21 di Indonesia
Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya semua materi dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21 sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi, diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakan Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada Pengembangan Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value). Secara keseluruhan standar P21 di Indonesia ini dirumuskan menjadi Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS).
c. Contoh Desain Pembelajaran menggunakan 4Cs
Dalam proses perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 4Cs dapat digunakan dan dipetakan dalam perencanaan pembelajaran. Berikut adalah contoh yang dapat dijabarkan dari persiapan pembelajaran.
3. AMANAT KURIKULUM 2013 MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) yang memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu fenomena/gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.
Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Proses pembelajaran saintifik memuat aktivitas:
a. mengamati,
b. menanya,
c. mengumpulkan informasi/mencoba,
d. mengasosiasikan/mengolah informasi, dan
e. mengomunikasikan.
4. TEMATIK TERPADU.
Pembelajaran tematik terpadu merupakan konsep dasar dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada kurikulum 2013 di jenjang SD yang sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses. Pembelajaran Tematik Terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Adapun prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu adalah sebagai berikut:
- Peserta didik mencari tahu, bukan diberi tahu;
- Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan kompetensi melalui tema yang paling dekat dengan kehidupan peserta didik;
- Terdapat tema yang menjadi pemersatu sejumlah kompetensi dasar yang berkaitan dengan berbagai konsep, keterampilan, dan sikap;
- Sumber belajar tidak terbatas pada buku;
- siswa dapat bekerja secara mandiri maupun berkelompok sesuai dengan karakteristik kegiatan yang dilakukan;
- Guru harus merencanakan dan melaksanakan pembelajaran agar dapat mengakomodasi siswa yang memiliki perbedaan tingkat kecerdasan, pengalaman, dan ketertarikan terhadap suatu topik;
- Kompetensi Dasar mata pelajaran yang tidak dapat dipadukan dapat diajarkan tersendiri;
- Memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences) dari hal-hal yang konkret menuju ke abstrak;
- Pembelajaran tematik yang dirancang dalam silabus bukan merupakan urutan pembelajaran, melainkan bentuk pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar guru dapat melakukan penyesuaikan.
ANALISIS SKL, KI, DAN KD
1. ANALISIS STANDAR KELULUSAN (SKL) DAN KOMPETENSI INTI (KI)Analisis Standar Kelulusan (SKL) dan Kompetensi Inti (KI) merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Dasar dalam melakukan analisis adalah Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang SKL dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi.
Berdasarkan Lampiran Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 yang dimaksud dengan Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016, Kompetensi Inti (KI) merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi Inti dirancang untuk setiap kelas.
Melalui kompetensi inti, sinkronisasi horizontal berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran pada kelas yang sama dapat dijaga. Selain itu sinkronisasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada mata pelajaran yang sama pada kelas yang berbeda dapat dijaga pula.
Analisis dilakukan di awal tahun pelajaran, bukan pada saat proses tahun pelajaran berjalan. Tanpa melakukan analisis terhadap SKL dan KI dikhawatirkan proses pembelajaran yang dilaksanakan tidak jelas arah tujuannya. Adapun tujuan melakukan analisis pada SKL dan KI adalah:
a. Analisis SKL
Tujuan analisis SKL untuk mengetahui arah capaian setiap peserta didik dalam menuntaskan pembelajaran yang dilakukan. Selama menjalani proses pembelajaran peserta didik harus mampu memenuhi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sudah ditetapkan pada Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 pada setiap jenjang pendidikan.
b. Analisis KI
Tujuan analisis KI untuk mengetahui apakah KI yang telah dirumuskan menunjang dalam pencapaian SKL. Terdapat empat KI yaitu KI sikap spiritual (KI-1), KI sikap sosial (KI-2), KI pengetahuan (KI-3), dan KI keterampilan (KI-4).
Langkah Analisis SKL dan KI yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Membaca dan memahami Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi;
- Melihat tuntutan yang ada pada deskripsi SKL dan KI;
- Memperhatikan:
- dimensi pengetahuan pada SKL dan KI;
- komponen pengetahuan/keterampilan pada SKL dan KI;
- tempat penerapan yang digambarkan pada SKL dan KI.
- Melihat keterkaitan antara SKL dengan KI.
B. PERUMUSAN INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
Pengembangan indikator dan materi pembelajaran merupakan dua kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan melaksanakan pembelajaran. Analisis yang dilakukan guru terhadap SKL, KI, dan KD dapat membantu guru dalam mengembangkan IPK yang dijadikan dasar dalam menentukan pembelajaran dengan meningkatkan nilai-nilai karakter melalui kegiatan literasi dan pengembangan keterampilan Abad 21. Pendidik dapat merumuskan indikator pencapaian kompetensi pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya keterampilan bertindak, tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai keterampilan abstrak dan konkret.
Pengembangan IPK memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Tentukanlah proses berpikir yang akan dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi minimal yang ada pada KD;
- Rumusan IPK menggunakan kata kerja operasional (KKO) yang bisa diukur;
- Dirumuskan dalam kalimat yang simpel, jelas, dan mudah dipahami;
- Tidak menggunakan kata yang bermakna ganda;
- Hanya mengandung satu tindakan;
- Memperhatikan karakteristik mata pelajaran, potensi, dan kebutuhan peserta didik, sekolah, masyarakat, dan lingkungan/daerah.
STRATEGI MENGEMBANGKAN PEMBELAJARAN HOTs
Dalam merencanakan pembelajaran berpikir tingkat tinggi kendala yang sering muncul adalah menyiapkan kondisi lingkungan belajar yang mendukung terciptanya proses berpikir dan tumbuh kembangnya sikap dan perilaku yang efektif. Proses ini bisa dilakukan dengan menjalin kegiatan berpikir dengan konten melalui kolaborasi materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan antar konsep (Lewis & Smith, 1993).Hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi terletak pada konten/materi pembelajaran dan konteks peserta didik. Apabila peserta didik belum siap untuk melakukan keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka perlu dibangun terlebih dahulu jembatan penghubung antara proses berpikir tingkat rendah menuju berpikir tingkat tinggi. Caranya adalah dengan membangun skema dari pengetahuan awal yang telah diperoleh sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Setelah terpenuhi, maka guru perlu mempersiapkan sebuah situasi nyata yang dapat menstimulasi proses berpikir tingkat tinggi dengan menciptakan dilema, kebingungan, tantangan, dan ambiguitas dari permasalahan yang direncanakan akan dihadapi peserta didik (King, Goodson & Rohani, 2006).
Download Buku Pembelajaran Berbasis HOTS 2019
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Pedoman Pembelajaran Berbasis HOTS 2019 pada Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) melalui peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) berbasis Zonasi ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:
Buku Pegangan Pembelajaran Berbasis HOTS 2019
Download File :
Download Buku Pembelajaran Berbasis HOTS 2019Itulah kiranya berbagi informasi dan Buku Pembelajaran Berbasis HOTS 2019 pada kesempatan kali ini , semoga bermanfaat.