Penulisan dan Pengembangan Soal HOTs

Penulisan dan Pengembangan Soal HOTs - Penilaian menurut Permendikbud No. 23 Tahun 2016 adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Proses tersebut dilakukan melalui berbagai teknik penilaian, menggunakan berbagai instrumen, dan berasal dari berbagai sumber agar lebih komprehensif. Penilaian harus dilakukan secara efektif. Oleh sebab itu, pengumpulan informasi yang akan digunakan untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik harus lengkap dan akurat agar dihasilkan keputusan yang tepat.

Pengumpulan informasi pencapaian hasil belajar peserta didik membutuhkan teknik dan instrumen penilaian, serta prosedur analisis sesuai dengan karakteristik penilaian masing-masing. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi dengan KD sebagai kompetensi minimal yang harus dicapai oleh peserta didik.

Untuk mengetahui ketercapaian KD, pendidik harus merumuskan sejumlah indikator pencapaian kompetensi (IPK). IPK digunakan sebagai acuan penilaian. Pendidik atau satuan pendidikan (sekolah) juga harus menentukan pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM).

Penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil belajar, tetapi juga pada proses belajar. Peserta didik dilibatkan dalam proses penilaian terhadap dirinya sendiri dan penilaian antar peserta didik (penilaian antar teman) sebagai sarana untuk berlatih melakukan penilaian.

Penulisan dan Pengembangan Soal HOTs
Penulisan dan Pengembangan Soal HOTs


Penulisan dan Pengembangan Soal HOTs

Bagaimana cara Menyusun Soal HOTS??

Bagaimana Pengembangan Soal HOTs Kurikulum 2013?? 

Kegiatan berpikir sudah dilakukan sejak manusia ada, tetapi pengertian tentang berpikir masih terus diperdebatkan berbagai kalangan, terutama kalangan pemikir pendidikan. Menurut Dewey (1859 – 1952) berpikir merupakan aktivitas psikologis ketika terjadi situasi keraguan, sedangkan Vygotsky (1896 – 1934) lebih mengaitkan berpikir dengan proses mental. Secara umum para tokoh pemikir bersepakat bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang ketika orang tersebut dihadapkan pada situasi atau suatu permasalahan yang harus dipecahkan. Berpikir selalu berkaitan dengan proses mengeksplorasi gagasan, membentuk berbagai kemungkinan atau alternatif-alternatif yang bervariasi, dan dapat menemukan solusi.

Salah satu taksonomi proses berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi Bloom dan telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Dalam taksonomi Bloom yang direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:

  • C 1 = mengingat (remembering )
  • C 2 = memahami (understanding)
  • C 3 = menerapkan (applying)
  • C 4 = menganalisis (analyzing)
  • C 5 = mengevaluasi (evaluating)
  • C 6 = mengkreasi (creating)


Level proses berpikir taksonomi Bloom revisi
Level proses berpikir taksonomi Bloom revisi

Mengingat (remembering) merupakan level proses berpikir paling rendah. Mengapa? Karena mengingat hanyalah memanggil kembali kognisi yang sudah ada dalam memori. Memahami (understanding) satu level lebih tinggi dibandingkan dengan mengingat. Seseorang yang memahami sesuatu akan mampu menggunakan ingatannya untuk membuat deskripsi, menjelaskan, atau memberikan contoh terkait sesuatu tersebut. Jika seseorang yang telah memahami sesuatu mampu melakukan kembali hal-hal yang dipahaminya pada situasi yang baru atau situasi yang berbeda, orang tersebut telah mencapai level berpikir aplikasi (applying).

Orang yang memiliki kemampuan menerapkan belum tentu mampu menyelesaikan masalah (problem solving). Kemampuan menerapkan masih cenderung hanya mengulangi proses yang sudah pernah dilakukan (rutin), sementara permasalahan bisa jadi selalu berbeda dan umumnya tidak dapat diselesaikan dengan cara yang sama (non rutin). Penyelesaian masalah sesungguhnya berkaitan dengan hal-hal yang non rutin. Oleh karena itu, penyelesaian masalah memerlukan level berpikir yang lebih tinggi dari mengingat, memahami, dan menerapkan. Level berpikir ini disebut higher order thinking atau tingkat berpikir lebih tinggi.

Anderson dan Krathwohl mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga diperoleh makna yang lebih dalam.

Menganalisis dalam taksonomi Bloom yang direvisi ini juga termasuk kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antar bagian sehingga diperoleh makna yang lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis tersebut berujung pada proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan tepat, orang tersebut telah mencapai level berpikir mengevaluasi. Dari kegiatan evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan kekurangan dan kelebihan tersebut akhirnya dihasilkan ide atau gagasan-gagasan baru atau berbeda dari yang sudah ada. Ketika seseorang mampu menghasilkan ide atau gagasan baru atau berbeda itulah level berpikirnya disebut level berpikir mencipta. Seseorang yang tajam analisisnya, mampu mengevaluasi dan mengambil keputusan dengan tepat, serta selalu melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru. Oleh karena itu, orang tersebut berpeluang besar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.

Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja “menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan‟ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja “menentukan‟ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis Brookhart menggunakan tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), yaitu:

  1. HOTS adalah proses transfer.
  2. HOTS adalah berpikir kritis.
  3. HOTS adalah penyelesaian masalah.

HOTS sebagai proses transfer dalam konteks pembelajaran adalah melahirkan belajar bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta didik dalam menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan atau petunjuk pendidik atau orang lain. HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah membentuk peserta didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal), reflektif, dan mengambil keputusan secara mandiri. HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang umumnya bersifat unik sehingga prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan tidak rutin.

Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas, keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving secara mandiri. Berpikir logis adalah kemampuan bernalar, yaitu berpikir yang dapat diterima oleh akal sehat karena memenuhi kaidah berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir reflektif-evaluatif. Orang yang kritis selalu menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk menganalisis hal-hal baru, misalnya dengan cara membandingkan atau mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sehingga mampu menjustifikasi atau mengambil keputusan. Sementara itu, berpikir kreatif adalah kemampuan menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Dengan gagasan yang baru atau berbeda, seseorang akan mampu melakukan berbagai inovasi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan nyata yang dihadapinya.

Karakteristik Instrumen Penilaian HOTs

Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri:

  1. transfer satu konsep ke konsep lainnya
  2. memproses dan menerapkan informasi;
  3. mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
  4. menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;
  5. menelaah ide dan informasi secara kritis.

Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS.

Di bawah ini dideskripsikan beberapa karakteristik instrumen penilaian berpikir tingkat tinggi (HOTS):

1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi

The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus. Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap

Peserta didik. Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas:

  1. kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
  2. kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;
  3. menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara sebelumnya.

‘Difficulty’ is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.

2. Bersifat Divergen
Instrumen penilaian HOTS harus bersifat divergen, artinya memungkinkan peserta didik memberikan jawaban berbeda-beda sesuai proses berpikir dan sudut pandang yang digunakan karena mengukur proses berpikir analitis, kritis, dan kreatif yang cenderung bersifat unik atau berbeda-beda responsnya bagi setiap individu.

Karena bersifat divergen, instrumen penilaian HOTS lebih mudah dirancang dalam format tugas atau pertanyaan terbuka, misalnya soal esai/uraian dan tugas kinerja. Apakah soal pilihan tidak dapat digunakan untuk mengukur HOTS? Jawabannya dapat, asal proses berpikir untuk menjawab soal pilihan tersebut bukan sekedar menghafal atau mengulang. Sebaliknya, setiap soal uraian juga belum tentu HOTS jika untuk menjawabnya tidak memerlukan penalaran. Bahkan tugas kinerjapun belum tentu HOTS, kalau hanya berbentuk resep sehingga peserta didik hanya melakukan petunjuk yang diberikan.

3. Menggunakan Multirepresentasi
Instrumen penilaian HOTS umumnya tidak menyajikan semua informasi secara tersurat, tetapi memaksa peserta didik menggali sendiri informasi yang tersirat. Bahkan di era big data seperti sekarang ini, yaitu kemudahan mendapatkan data dan informasi melalui internet, sudah selayaknya instrumen penilaian HOTS juga menuntut peserta didik tidak hanya mencari sendiri informasi, tetapi juga kritis dalam memilih dan memilah informasi yang diperlukan.Untuk memenuhi harapan di atas, sebaiknya instrumen penilaian HOTS menggunakan berbagai representasi, antara lain verbal (berbentuk kalimat), visual (gambar, bagan, grafik, tabel, termasuk video), simbolis (simbol, ikon, inisial, isyarat), dan matematis (angka, rumus, persamaan).

4. Berbasis permasalahan kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, di mana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata.

Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.

  1. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
  2. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).
  3. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.
  4. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.
  5. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.

Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut.

  1. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia;
  2. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
  3. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.

5. Menggunakan bentuk soal beragam
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif. kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Penilaian yang dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.
Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal HOTS diantaranya pilihan ganda dan uraian.

a) Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara pernyataan satu dengan yang lainnya. Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi kontekstual. Peserta didik diberikan beberapa pernyataan yang terkait dengan stilmulus/bacaan, lalu peserta didik diminta memilih benar/salah atau ya/tidak. Pernyataan-pernyataan yang diberikan tersebut terkait antara satu dengan yang lainnya. Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah agar diacak, tidak sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang terpola sistematis dapat memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. Apabila peserta didik menjawab benar pada semua pernyataan yang diberikan diberikan skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada salah satu pernyataan maka diberi skor 0.

b) Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis.

Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik. Dengan kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria luas atau sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup tersebut harus tegas dan jelas tergambar dalam rumusan soalnya.

Itulah kiranya berbagi Informasi mengenai Penulisan dan Pengembangan Soal HOTs. Semoga dengan adanya ini Bapak dan Ibu bisa dengan mudah membuat soal-soal PH, PTS, atau PAS Kurikulum 2013 sesuai dengan Tema Pembelajaran.

Bagi yang membutuhkan materi lengkapnya bisa didapatkan DISINI

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...